У нас вы можете посмотреть бесплатно Tuhan datang di tengah kita SKENARIO ALLAH или скачать в максимальном доступном качестве, видео которое было загружено на ютуб. Для загрузки выберите вариант из формы ниже:
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием видео, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса ClipSaver.ru
**ADVEN DI TANAH PAPUA: MENANTI TUHAN DI TENGAH LUKA DAN HARAPAN** (Yer 23:5–8; Mzm 72; Mat 1:18–24) Adven adalah masa menanti. Namun bagi orang Papua, menanti bukan sekadar hitungan hari menuju Natal. Menanti adalah bagian dari hidup itu sendiri—menanti keadilan, menanti damai, menanti didengar, menanti diakui sebagai manusia bermartabat di tanah sendiri. Di Nazaret, Maria dan Yusuf juga sedang menanti. Mereka menanti masa depan, menanti keluarga yang utuh, menanti hidup yang tenang. Tetapi yang datang justru kebingungan dan luka. Maria mengandung sebelum hidup bersama Yusuf. Kabar itu bukan hanya mengejutkan, tetapi mengancam kehormatan, relasi, bahkan hidup mereka. Allah hadir bukan dengan menghilangkan masalah, melainkan dengan menyertai mereka di dalamnya. Begitu pula di Papua. Banyak keluarga tidak memilih hidup dalam ketakutan, kemiskinan, dan stigma. Mereka hanya ingin hidup wajar: berkebun, menyekolahkan anak, beribadah dengan tenang. Namun kenyataan sering berkata lain. Seperti Yusuf yang nyaris melepaskan Maria dalam diam, orang Papua sering memikul penderitaan dalam sunyi—tanpa sorotan, tanpa suara pembela. Namun Injil Adven mengajarkan: Allah tidak jauh dari penderitaan yang dipikul diam-diam. Ia bekerja dalam keheningan mimpi Yusuf, dalam keberanian iman Maria, dan dalam keteguhan orang-orang kecil yang tetap bertahan. Allah memilih Nazaret—kampung kecil yang dipandang remeh—seperti Ia tidak mengabaikan Papua yang sering ditempatkan di pinggir perhatian. Nabi Yeremia mewartakan Tunas Daud, raja yang adil dan bijaksana, yang membebaskan umat dari ketakutan dan penderitaan. Harapan ini bukan sekadar nubuat masa lalu, melainkan janji yang terus hidup. Bagi orang Papua, janji ini adalah keyakinan bahwa luka bukan akhir cerita, dan bahwa tanah yang basah oleh air mata tetap bisa menumbuhkan kehidupan. Adven mengundang kita belajar dari Maria, Yusuf, dan orang Papua: menanti dengan iman, bukan dengan putus asa. Maria berkata, “Jadilah padaku menurut kehendak-Mu.” Yusuf taat meski tidak sepenuhnya mengerti. Orang Papua pun terus berjalan—menjaga tanah, budaya, dan iman—meski jalan sering berat dan berliku. Menanti dalam Adven bukan sikap pasif. Ia adalah keteguhan untuk tetap berharap ketika keadaan belum berubah. Ia adalah keberanian untuk percaya bahwa Allah bekerja, bahkan ketika hasilnya belum terlihat. Natal nanti mengingatkan kita: Tuhan lahir bukan di tempat aman dan nyaman, melainkan di tengah keterbatasan dan luka manusia. Bagi Papua, Adven adalah pengakuan bahwa Allah hadir di honai-honai sederhana, di kampung-kampung yang jauh dari pusat, di doa ibu-ibu, dan di air mata anak-anak. Allah menyertai—Imanuel—bukan hanya dalam sukacita, tetapi juga dalam penderitaan. Maka di masa Adven ini, orang Papua tidak hanya menunggu Natal, tetapi menanti pemulihan. Dan penantian itu tidak sia-sia. Sebab Tuhan yang datang adalah Tuhan yang melihat, mendengar, dan berjalan bersama umat-Nya. Tuhan datang. Harapan belum mati. Papua tetap dalam tangan-Nya.