У нас вы можете посмотреть бесплатно Banjir Darah Saat PKI Memberontak di Madiun Tahun 1948 или скачать в максимальном доступном качестве, видео которое было загружено на ютуб. Для загрузки выберите вариант из формы ниже:
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием видео, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса ClipSaver.ru
Banjir Darah Saat PKI Memberontak di Madiun Tahun 1948 Ini sekelumit cerita pembunuhan massal yang bikin bulu kuduk merinding saat PKI memberontak di Madiun, Jawa Timur. Seperti dikutip dari buku," "Mewaspadai Pengkhianatan Partai Komunis di Indonesia, Kumpulan Artikel Pemberontakan PKI dan Operasi Penumpasannya," yang disusun Dinas Sejarah Angkatan Darat, setelah gagal menjatuhkan kabinet Hatta melalui cara parlementer, organisasi-organisasi yang berhaluan komunis menghimpun diri dalam organisasi Front Demokrasi Rakyat (FDR). FDR melakukan aksi-aksi politik dan tindak kekerasan. Aksi itu makin meningkat ketika Muso yang baru kembali dari Moskow mengambil alih pimpinan PKI. Muso menuduh Soekarno-Hatta menyelewengkan perjuangan bangsa Indonesia. Sebaliknya ia mengajukan program yang diberi nama “Jalan Baru untuk Republik Indonesia". Pada saat pemerintah Republik Indonesia dan Angkatan Perang Republik Indonesia memusatkan perhatian untuk menghadapi Belanda, Partai Komunis Indonesia tahun 1948 melakukan pengkhianatan menikam dari belakang bangsanya sendiri. Didahului dengan kampanye-kampanye menyerang politik pemerintah Republik Indonesia, aksi-aksi teror, mengadu domba kekuatan bersenjata, dan sabotase di bidang ekonomi. Lalu, pembantaian massal pun terjadi. Seperti pembunuhan yang terjadi di Kawedanan Ngawen Blora pada 20 September 1948. Ketika itu, pada tanggal 18 September 1948, Markas Kepolisian Distrik Ngawen (Blora) diserbu oleh pasukan PKI. Sebanyak 24 orang anggota polisi ditahan dan 7 orang yang masih muda dipisahkan. Mereka ditelanjangi kemudian disekap di sebuah ruang sempit di belakang kawedanan. Selama disekap tanpa busana itu, mereka diberi makan sekali. Kemudian datang perintah dari komandan pasukan PKI Blora, agar mereka dihukum mati. Pada tanggal 20 September 1948, 7 orang anggota polisi itu dikeluarkan dari tahanan, dibawa ke suatu tempat terbuka. Dekat kakus di belakang kawedanan. Dengan pengawalan ketat mereka disuruh duduk di tanah. Dua orang pasukan PKI membawa dua batang bambu yang sudah diikat ujungnya. Acara penghukuman dimulai. Secara bergantian tahanan dipanggil, dan disuruh berdiri. Dua batang bambu yang dipegangi ujungnya oleh dua orang dijepitkan ke lehernya. Pasukan PKI bersorak-sorak, ketika tawanan mengerang-ngerang kesakitan. Para tawanan lainnya disuruh menonton. Setelah seorang tawanan mati, jenazahnya diangkat beramairamai, dilempar ke dalam lubang kakus. Untuk meyakinkan bahwa tawanan sudah mati, tembakan salvo diarahkan ke dalam lubang kakus. Pembantaian massal yang juga tak kalah keji terjadi di Dungus pada 1 Oktober 1948. Ketika itu, PKI memperkirakan bahwa Madiun tidak mungkin dapat dipertahankan dari operasi pasukan TNI. Maka sebelum pasukan TNI memasuki kota Madiun pada tanggal 30 September 1948, tokoh-tokoh PKI beserta pasukannya mengundurkan diri ke desa Kresek Kecamatan Wungu, Kawedanan Dungus, sebelah tenggara kota Madiun. Daerah ini sudah dipersiapkan sebagai basis pengunduran serta pertahanan PKI. Dalam pengunduran ini, pasukan PKI membawa banyak tawanan yang belum sempat dibunuh. Pada siang hari tanggal 1 Oktober 1948, daerah Kresek diserang oleh Kompi Sampurno yang bergerak dari arah Sawahan, lereng timur Gunung Wilis. Pada hari itu juga TNI berhasil menguasai Dungus. Dalam keadaan terdesak, sebelum melarikan diri orang-orang PKI membantai hampir semua tawanannya dengan cara ditembak atau dipenggal lehernya. Pembantaian ini dilakukan di sebuah rumah milik seorang penduduk dan beberapa tempat di sekitar rumah itu. Mayat para korban dikubur dalam lubang besar yang dangkal atau dibuang ke sungai. Di antara para korban terdapat beberapa perwira TNI, dan perwira polisi, pejabat pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat. Di Tirtomoyo Wonogiri juga terjadi pembunuhan massal yang dilakukan pasukan PKI. Pembunuhan di Tirtomoyo Wonogiri terjadi pada 4 Oktober 1948. Dikutip dari buku," Mewaspadai Pengkhianatan Partai Komunis di Indonesia, Kumpulan Artikel Pemberontakan PKI dan Operasi Penumpasannya," yang disusun Dinas Sejarah Angkatan Darat," sekalipun Madiun telah dapat direbut kembali oleh pasukan TNI, tentara PKI masih melanjutkan kekejaman terhadap lawan-lawan politiknya. Di daerah Wonogiri mereka menteror rakyat dan menculik pejabat pamong praja antara lain bupati, wedana, anggota polisi dan para ulama. Para tawanan yang berjumlah 212 orang ditahan dan disekap di dalam bekas laboratonum dan gudang dinamit yang terletak di bukit Tirtomoyo. Secara bertahap sejak tanggal 4 Oktober 1948 sebagian tawanan dibunuh dengan terlebih dahulu disiksa. Ada yang langsung disembelih dengan bambu runcing dan bayonet atau lehernya dijerat dengan kawat. Bahkan ada yang dilempari dengan batu sampai mati dalam keadaan tangan terikat. Pembunuhan yang sudah menelan korban 56 orang terhenti karena pasukan PKI disergap oleh Batalyon Nasuhi dan Kompi S Militaire Academie (MA) pada sore hari tanggal 14 Oktober 1948.