У нас вы можете посмотреть бесплатно Beginilah Nasib 11 Pemimpin Pemberontakan PKI di Madiun или скачать в максимальном доступном качестве, которое было загружено на ютуб. Для скачивания выберите вариант из формы ниже:
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса ClipSaver.ru
Beginilah Nasib 11 Pemimpin Pemberontakan PKI di Madiun Ini sepenggal cerita sejarah saat 11 pemimpin pemberontakan PKI dieksekusi. Peristiwa ini terjadi pada bulan Desember 1948, bertepatan dengan dilancarkannya Agresi Militer II Belanda. Dikutip dari buku,"Bahaya Laten Komunisme di Indonesia Jilid II, Penumpasan Pemberontakan PKI (1948)" yang diterbitkan Markas Besar ABRI dan Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, setelah Purwodadi direbut oleh pasukan Kosasih, Komandan Brigade 12 memerintahkan agar Batalyon Suryosumpeno mengamankan Purwodadi dan daerah-daerah sekitarnya, serta mengurus para tawanan yang tertangkap dalam operasi. Pada bulan Desember 1948 Gubernur Militer Gatot Soebroto memerintahkan agar Batalyon Suryosumpeno segera meninggalkan Purwodadi kembali ke Magelang ke induk pasukannya. Di samping kekuatan Brigade 12 dan Batalyon Suryosumpeno, kesatuan-kesatuan lain yang ditugaskan memperkuat operasi ke utara juga mendapat perintah kembali ke induk pasukan dan basis masing-masing. Antara lain Kompi Tentara Pelajar Solo kembali ke Solo dan Kompi Mobrig Polisi kembali ke Banyumas. Sementara itu pada tanggal 19 Desember 1948, bertepatan meletusnya Agresi Militer II Belanda, sebelas orang pemimpin PKI yang tertawan setelah melalui proses pengadilan kemudian dijatuhi hukuman mati. Hal ini disebabkan karena negara berada dalam keadaan perang. Hukuman mati itu dilangsungkan di desa Ngalihan, kelurahan Lalung, kabupaten Karanganyar, Surakarta. Mereka yang menjalani hukuman mati di depan regu tembak ialah Amir Sjarifuddin, Pemimpin Pemberontak yang semula Sekretaris Pertahanan Politbiro CC PKI dan Pemimpin FDR, Suripno Sekretaris Pemuda Politbiro CC PKI, Maruto Darusman, Sekretariat Jenderal Politbiro, Sardjono Agitasi Propaganda CC PKI dan juga mantan Ketua PKI, Djokosujono Gubernur Militer Madiun yang juga Kepala Biro Perjuangan mantan Jenderal Mayor, Oei Gee Hwat, Ketua Bagian Penerangan SOBSI, Katamhadi, bekas Jenderal Mayor TLRI, Harjono, Ketua Umum SOBSI, Ronomarsono pimpinan Pesindo, S Karna Residen PKI dan tokoh PKI Semarang dan D Mangku Aktivis PKI Solo. Amir Sjarifuddin sendiri tertangkap pada bulan November atau tepatnya akhir bulan November 1948. Ketika itu, pada 29 November 1948, Kompi Ranuwidjaja dari Yon Kusmanto Brigade 6 yang bermarkas di sekitar Penawangan melakukan operasi pembersihan di pegunungan sekitar Klambu. Dalam operasi ini Ki Ranuwidjaja berhasil menangkap Amir Sjarifuddin pada pukul 17.00 di Gua Macan desa Penganten kecamatan Klambu, setelah para pengawalnya meninggalkannya. Sebelum menyerah terjadi dialog jarak jauh antar pasukan pengepung dengan Sjarifuddin. Amir Sjarifuddin menyatakan bahwa ia hanya mau menyerah kepada pasukan Panembahan Senopati. Kebetulan yang mengepung adalah Kompi 5 dari Batalyon Kusmanto yang dipimpin oleh Letnan Satu Ranuwidjaja. Tawaran Amir Sjarifuddin tidak disia-siakan dan segera diadakan penggrebegan ke Gua Macan, tempat Amir Sjarifuddin bersembunyi. Amir Sjarifuddin dan bersama dua tokoh PKI yaitu Soeripno dan Haryono dari SOBSI segera ditangkap. Mereka dibawa ke pos Klambu dengan pengawalan ketat oleh satu peleton campuran. Setelah menyerahnya batalyon Abdul Hamid kepada Kompi Sukamto, Mayor Kosasih mengadakan inspeksi ke Godong. Ketika ia berada di Godong, mendapat laporan bahwa Amir Sjarifuddin telah berhasil ditangkap dan dibawa ke pos Klambu. Ia segera bergegas ke Klambu untuk membuktikan kebenarannya. Setelah bertemu dengan Amir, Mayor Kosasih memerintahkan agar Amir Sjarifuddin diberi pakaian baru dan segera diberangkatkan ke Kudus untuk diserahkan kepada Komandan Brigade 12 Letkol Kusno Utomo di Kudus. Sebelumnya, akibat pengepungan yang rapat ini, ditambah dengan bantuan alam yang berupa hujan hampir setiap hari, beberapa tokoh pemberontak seperti Djokosuyono, Maruto Darusman, Sayoga dan kawan-kawannya yang berusaha melintasi garis demarkasi, berhasil ditangkap di sekitar Godong. Ketika diinterogasi ia menyatakan bahwa rombongan mereka akan bergabung dengan pasukan Soediarto atau Suyoto yang disangkanya masih kuat. Ia tidak mau mengaku, bahwa rombongannya berusaha melintasi garis demarkasi yang jaraknya tinggal beberapa ratus meter saja.