У нас вы можете посмотреть бесплатно Mengerikan Kesaksian Orang yang Memandikan Jenazah Para Jenderal Korban G30s PKI или скачать в максимальном доступном качестве, видео которое было загружено на ютуб. Для загрузки выберите вариант из формы ниже:
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием видео, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса ClipSaver.ru
Mengerikan, Kesaksian Orang yang Memandikan Jenazah Para Jenderal Korban G30S PKI Ini sekelumit cerita tentang pengakuan mengejutkan dari orang yang memandikan jenazah para jenderal korban penculikan dan pembunuhan komplotan Gerakan 30 September atau G30S PKI. Seperti diketahui, ada enam jenderal yang jadi korban penculikan dan pembunuhan komplotan Gerakan 30 September pimpinan Letkol Untung Syamsuri Komandan Batalyon 1 Cakrabirawa pada dini hari 1 Oktober 1965. Tiga jenderal yakni Letjen Ahmad Yani, Mayjen MT Haryono dan Brigjen Donal Isaac Panjaitan atau DI Panjaitan terbunuh di rumahnya masing-masing saat hendak diculik komplotan Gerakan 30 September. Tiga jenderal lainnya yakni Mayjen Soeprapto, Mayjen S Parman dan Brigjen Sutoyo Siswomihardjo bisa diculik dalam keadaan hidup untuk kemudian di bawa ke daerah Lubang Buaya yang jadi basis kelompok G30S PKI. Tapi di Lubang Buaya, ketiga jenderal yang diculik hidup-hidup itu pun dibunuh. Satu jenderal lainnya, yakni Jenderal Abdul Haris Nasution, berhasil selamat dari upaya penculikan. Tapi salah satu Ajudannya yaitu Lettu Pierre Tendean dibawa komplotan penculik karena disangka Nasution. Pada akhirnya, Tendean juga dibunuh di Lubang Buaya bersama dengan tiga jenderal yang diculik hidup-hidup. Lalu, seluruh jenazah korban penculikan itu dimasukkan ke dalam sumur tua yang ada di sana sampai akhirnya ditemukan oleh pasukan RPKAD atas petunjuk seorang opsir polisi bernama Sukitman yang sempat dibawa komplotan penculik Brigjen Panjaitan ke Lubang Buaya. Sebelum dimakamkan, jenazah korban penculikan komplotan Gerakan 30 September itu divisum lalu dimandikan. Menurut Aminuddin Kasdi dalam buku," Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional Bagian I, Rekonstruksi dalam Perdebatan,"ada informasi menarik tentang kondisi korban penculikan. Menurut dokter Rubiyono Kertapati, salah satu satu dokter di RSPAD yang memeriksa kondisi jenazah korban penculikan, jenazah itu tidak manusiawi. Keterangan dokter Rubiyono ini menurut Aminuddin Kasdi, sesuai dengan keterangan Mang Oon yang memandikan mayat yang menyatakan hal serupa. Di samping itu ada juga pengakuan dari Durmawel Achmad, seorang perwira Angkatan Darat anak buah Brigjen Sutoyo yang sempat datang ke RSPAD untuk melihat kondisi jenazah atasannya itu "Juga pengakuan Durmawel Achmad yang mencari petingginya, yaitu Brigjen Sutoyo Siswomihardjo. Dia hanya bisa mengenalinya karena rusaknya jenazah dari kaki yang tidak memiliki jempol atau ibu jari. Ini kira-kira mengenai masalah kondisi jenazah," tulis Aminuddin Kasdi dalam buku," Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional Bagian I, Rekonstruksi dalam Perdebatan." Lain lagi kesaksian sahabat Lettu Pierre Tendean. Kawan seangkatan Pierre Tendean di Atekad yang sempat melihat langsung kondisi jenazah Pierre Tendean itu bernama Thomas. Dalam buku, "Sang Patriot Kisah Seorang Pahlawan Revolusi, Biografi Resmi Pierre Tendean, " yang disusun Abie Besman, Iffani Saktya, Irma Rachmania Dewi, Laricya Umboh, Neysa Ramadhani, Noviriny Drivina dan Ziey Sullastri, diceritakan, menurut kesaksian Thomas, salah seorang teman seangkatan Pierre di Atekad, dia sempat datang ke kamar jenazah RSPAD tempat para jenderal dan Pierre diidentifikasi dan diperiksa luka-luka di tubuh mereka. Thomas mendapat kesempatan untuk melihat kondisi jenazah sahabatnya itu terakhir kalinya setelah dimandikan. Kamar jenazah waktu itu sudah sepi dan Thomas masuk diajak oleh Lettu Try Sutrisno yang juga lulusan Atekad. Try Sutrisno yang kelak jadi Panglima ABRI dan Wakil Presiden adalah seniornya Pierre Tendean di Atekad. Thomas menyaksikan posisi Pierre Tendean dengan kedua tangan yang seperti memeluk guling dan yang paling mencolok adalah luka menganga di kepalanya. Thomas yakin, besar kemungkinan Pierre mengalami kekerasan di bagian kepala itu dari penggunaan bambu. Menurut Thomas, benturan atau poporan senjata sangatlah berbeda bentuk dan cirinya. Ciri tiga luka menganga di kepala Pierre Tendean sangat mirip dengan ciri luka karena bambu runcing daripada poporan senjata. Thomas meyakini bahwa mereka sudah mempersiapkan bambu runcing untuk dibawa ke Lubang Buaya dan digunakan untuk menyiksa para tawanan, termasuk Pierre Tendean. Saat itu juga muncul versi lain dari kekerasan yang dialami Pierre. Menurut harian Berita Yudha pada 9 Oktober 1965, dan belakangan menjadi catatan sejarah pegangan Orde Baru, penyiksaan terhadap Pierre Tendean sangat sadis.