У нас вы можете посмотреть бесплатно -YLBHI: Perluasan Definisi Zina Berdampak pada HAM или скачать в максимальном доступном качестве, видео которое было загружено на ютуб. Для загрузки выберите вариант из формы ниже:
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием видео, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса ClipSaver.ru
Perluasan definisi pasal zina, pasal pencabulan, dan pasal perkosaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menimbulkan diskriminasi dan melanggar hak dasar manusia. Hal tersebut disampaikan Direktur Advokasi dan Kampanye Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain selaku Pihak Terkait dalam sidang kesembilan perkara No. 46/PUU-XIV/2016, Kamis (22/9) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK). Diskriminasi dan pelanggaran hak dasar sebagai manusia, menurut Bahrain, dapat terjadi meski para Pemohon dalam argumentasinya mengatakan perluasan pasal zina dapat memberikan perlindungan kepada keluarga. Ia menjelaskan diskriminasi tersebut terutama akan dirasakan oleh mereka yang memiliki perbedaan perilaku seksual (homoseksual). “Jelaslah bahwa ide dasar di balik permohonan uji materiil ketentuan dalam Pasal 284 KUHP, 285 KUHP, dan Pasal 292 KUHP yang diajukan oleh Para Pemohon adalah agar MK membuat norma baru sehingga negara dapat memenjarakan mereka yang melakukan hubungan seksual di luar perkawinan di antara orang dewasa atas dasar suka sama suka, perkosaan terhadap laki-laki dan perempuan di luar perkawinan, serta kriminalisasi terhadap kelompok masyarakat yang memiliki orientasi seksual non-normatif, non-heteroseksual atau disebut juga sebagai kelompok seksual minoritas,” ujar Bahrain di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat. Lebih lanjut, Bahrain menuturkan perluasan definisi perzinaan, perkosaan, dan pencabulan juga bertentangan dengan prinsip non-diskriminasi yang dijamin dalam Pasal 28 ayat (1), 28I ayat (1) UUD 1945. Selain itu, perluasan dimaksud juga dianggap bertentangan dengan hak atas dasar kehidupan pribadi (privacy right), prinsip penghormatan terhadap martabat manusia (the right to dignity), dan prinsip persamaan di muka hukum (equality before the law). Sebab, hak atas dasar martabat manusia merupakan pondasi untuk hak asasi manusia, seperti hak untuk kesetaraan, non-diskriminasi, privasi, dan kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi. YLBHI pun menganggap permohonan para Pemohon juga bertentangan dengan hak atas perlindungan diri pribadi yang dijamin oleh Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Sebab, hak atas perlindungan diri pribadi merupakan hak fundamental bagi setiap orang. Hak itu mendasari hak atas otonomi dan integritas tubuh (the body integrity) serta identitas pribadi. Dalam kaitan dengan Pasal 284 dan 292 KUHP, berkaitan pula dengan identitas gender dan seksualitas manusia. “Ini berarti masalah aktivitas seksual masuk dalam kategori dan definisi urusan pribadi karena tidak satu pun orang mempunyai hak untuk mempertanyakan bagaimana dua orang dewasa yang atas kesepakatan atau suka sama suka melakukan hubungan seksual. Sebagaimana juga hak privacy itu melindungi hubungan seksual dari kelompok berorientasi heteroseksual, maka hak privacy harus pula diberlakukan terhadap kelompok homoseksual atau kelompok dengan identitas gender dan orientasi seksual yang berbeda dengan kelompok heteroseksual yang selama ini menikmati hak-haknya yang dijamin oleh konstitusi,” tegas Bahrain. Selanjutnya YLBHI berargumentasi bahwa hak atas privasi memiliki kaitan erat dengan hak untuk menentukan nasib sendiri. Pada akhirnya, hak untuk menentukan nasib sendiri tersebut dapat melahirkan hak atas integritas tubuh yang menghormati hak seksual, kesehatan, serta reproduksi.MK akan kembali menggelar persidangan berikutnya untuk perkara yang dimohonkan oleh 12 orang warga negara Indonesia tersebut. MK akan menggelar sidang lanjutan pada 4 Oktober 2016 dengan agenda mendengarkan keterangan para ahli maupun saksi yang dihadirkan Pihak Terkait. Pada persidangan berikutnya, MUI juga akan menyampaikan keterangannya terkait perkara No. 46/PUU-XIV/2016 tersebut. (Yusti Nurul Agustin/lul)