У нас вы можете посмотреть бесплатно "Ronda Terakhir Pak Waskito: Kutukan Kentongan di Kampung Angker" или скачать в максимальном доступном качестве, видео которое было загружено на ютуб. Для загрузки выберите вариант из формы ниже:
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием видео, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса ClipSaver.ru
Angin malam menyusup di antara celah-celah bambu pagar rumah warga, membawa serta aroma tanah basah dan daun jati yang membusuk. Langit Wonosari malam itu kelabu, tak berbintang, seolah langit pun enggan menatap bumi yang menyimpan terlalu banyak rahasia. Pak Waskito mengencangkan jaket lusuhnya. Tangan kirinya menggenggam senter tua, sementara tangan kanan memegang pentungan kayu yang sudah mulai retak di ujungnya. Suara langkah sepatunya beradu pelan dengan jalanan berbatu, satu-satunya suara yang terdengar di tengah keheningan desa. “Ronda malam, ronda malam…” gumamnya, lebih untuk menenangkan diri daripada memberi tahu siapa pun. Sudah hampir tiga dekade ia menjalani tugas ini. Sejak pensiun dari dinas militer, ronda malam menjadi rutinitasnya. Bukan hanya karena rasa tanggung jawab, tapi juga karena ia merasa desa ini menyimpan sesuatu yang tak boleh dibiarkan lepas dari pengawasan. Malam itu, ia berjalan melewati rumah-rumah yang tertutup rapat. Lampu minyak menyala redup di beberapa teras, namun sebagian besar rumah tenggelam dalam gelap. Di kejauhan, suara jangkrik bersahutan, namun tak ada suara manusia. Tak ada suara tawa anak-anak, tak ada suara radio dari dalam rumah. Hening. Terlalu hening. Saat melewati rumah Pak Lurah yang megah, Pak Waskito sempat berhenti. Ia menatap pohon beringin tua yang berdiri di tengah lapangan kecil di depan balai desa. Pohon itu sudah ada sejak ia kecil. Dulu, anak-anak dilarang bermain di dekatnya. Katanya, ada yang menunggu di sana. Sesuatu yang tak boleh diganggu. Pak Waskito menghela napas. “Cuma cerita orang tua,” katanya pelan, meski hatinya tak sepenuhnya yakin. Ia melanjutkan langkahnya menuju pos ronda. Namun, baru beberapa meter dari pos, ia merasa ada yang aneh. Udara di sekitarnya mendadak dingin. Terlalu dingin untuk ukuran malam tropis. Ia berhenti. Menoleh ke kanan, ke kiri. Tak ada siapa-siapa. Tiba-tiba, dari arah pos ronda, terdengar suara kentongan. Tok… tok… tok… Pak Waskito mengernyit. Tak ada yang dijadwalkan ronda malam ini selain dirinya. Siapa yang memukul kentongan? Ia mempercepat langkah. Senter di tangannya mulai bergetar, entah karena baterainya melemah atau karena tangannya yang gemetar. Saat sampai di pos ronda, ia mendapati kentongan tergantung diam, tak bergerak. Tak ada siapa pun di sana. Namun, di atas meja bambu, tergeletak sebuah benda yang membuatnya tertegun. Sebuah surat. Kertasnya kekuningan, seperti telah lama tersimpan. Di atasnya tertulis dengan tinta merah: *“Jangan lanjutkan ronda ini, Waskito. Kau tahu apa yang kau sembunyikan.”* Pak Waskito menelan ludah. Tangan tuanya gemetar saat meraih surat itu. Ia menoleh ke sekeliling, tapi hanya kegelapan yang menjawab. Dan di kejauhan, kentongan kembali berbunyi. Kali ini dari arah balai desa. Tok… tok… tok… --- #ronda #pakwaskito #wonosari #folklorejawa #CeritaHororIndonesia #RondaMalam #HantuDesa #FolkloreJawa #KentonganMisterius #HororSpiritual #CeritaMistik #PohonBeringin #PenampakanGaib #ApiDiWonosobo #CeritaPakWaskito #HororTradisional #CeritaHantuAnak #MalamAngker #CeritaMalamJumat