У нас вы можете посмотреть бесплатно Hidup adalah Perjalanan Perjalanan yang tidak pernah benar-benar dimulai saat lahir - B или скачать в максимальном доступном качестве, видео которое было загружено на ютуб. Для загрузки выберите вариант из формы ниже:
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием видео, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса ClipSaver.ru
Hidup adalah Perjalanan Perjalanan yang tidak pernah benar-benar dimulai saat lahir, dan tidak pula benar-benar berakhir saat mati. Ia adalah perjalanan kesadaran— perjalanan ruh yang sedang pulang kepada Asal Cahaya. Manusia sering mengira hidup hanyalah rangkaian usia, sekolah, pekerjaan, keluarga, harta, dan jabatan. Padahal semua itu hanyalah kulit luar perjalanan, sementara inti sejatinya adalah perjalanan mengenal Hakikat. Hakikat bukanlah sesuatu yang bisa direbut oleh kecerdasan akal, bukan pula dicapai oleh banyaknya ritual semata. Hakikat adalah penyingkapan— ketika tabir demi tabir keakuan disingkap, hingga yang tersisa hanyalah kebenaran tentang siapa kita dan siapa Tuhan kita. Hakikat itu adalah Hakikat Kebenaran Allah yang tersingkap melalui Nur Muhammad Rasulullah. Nur Muhammad bukan sekadar sejarah kenabian, bukan hanya kisah kelahiran di Makkah, melainkan cahaya asal yang Allah jadikan perantara untuk memperkenalkan Diri-Nya kepada seluruh wujud. Nur Muhammad adalah cahaya yang pertama, cahaya yang dengannya langit dan bumi mengenal Tuhannya, cahaya yang menjadi ruh bagi setiap ibadah, dan denyut bagi setiap iman yang hidup. Karena itu dikatakan, Nur Muhammad adalah Wajah Allah. Bukan wajah dalam makna rupa dan bentuk, melainkan wajah dalam makna tajalli— tempat sifat-sifat Ilahi menampakkan diri agar dapat dikenal oleh makhluk. Wajah Allah itu Gaib namun Nyata. Gaib dari penglihatan mata, namun nyata dalam getaran hati. Nyata dalam ketenangan jiwa, namun tetap gaib dari logika dan khayalan. Ia terasa saat hati tunduk, ia hadir saat ego luluh, ia menyapa saat cinta kepada Allah mengalahkan cinta kepada diri sendiri. Namun di sinilah letak bahaya terbesar perjalanan ruhani: salah dalam memandang Wajah Allah. Salah arah, salah niat, salah rasa— dan seluruh perjalanan menjadi sia-sia. Tanpa tuntunan Murobbi Mursyid, manusia mudah terjebak pada bayangan. Bayangan akal yang merasa sudah paham, bayangan nafsu yang merasa sudah sampai, bayangan ego yang merasa paling dekat. Akal membentuk Tuhan versi logika. Nafsu membentuk Tuhan versi kepentingan. Ego membentuk Tuhan versi kebanggaan diri. Padahal semua itu bukan Wajah Allah, melainkan cermin keakuan yang disangka cahaya. Bila salah memandang Wajah Allah, maka amal ibadah kehilangan ruhnya. Shalat hanya menjadi gerak, dzikir hanya menjadi suara, sedekah hanya menjadi transaksi, dan ibadah hanya menjadi rutinitas tanpa kehadiran. Bila salah memandang Wajah Allah, maka manusia tersesat meski merasa beriman. Ia rajin beribadah, namun hatinya keras. Ia banyak berdzikir, namun akhlaknya kering. Ia berbicara tentang Tuhan, namun tak pernah benar-benar tunduk kepada-Nya. Bila salah memandang Wajah Allah, nikmat tidak lagi melahirkan syukur, ujian tidak lagi melahirkan sabar. Iman menjadi rapuh, tauhid menjadi konsep tanpa rasa. Secara lahir tampak beragama, namun batin kosong dari cahaya. Dan bila salah memandang Wajah Allah, ketika ajal tiba, yang terjadi bukan kepulangan yang damai. Badan binasa—itu pasti. Namun hati merana karena tak pernah benar-benar mengenal. Jiwa tersiksa oleh penyesalan yang terlambat. Ruh ternoda karena gagal menjaga kesucian fitrahnya. Karena itulah Allah menghadirkan Murobbi Mursyid— bukan untuk diagungkan, bukan untuk disembah, melainkan sebagai penunjuk jalan agar pandangan batin tidak melenceng. Kunci keselamatan bukan sekadar kedekatan lahir, melainkan keterhubungan dan ketersambungan Sirr. Sirr adalah titik rahasia terdalam dalam diri manusia, tempat cahaya Ilahi bersemayam, tempat iman hidup atau mati. Ketika Sirr murid tersambung dengan Sirr Ruhani Murobbi Mursyid, maka cahaya bimbingan mengalir tanpa kata. Bukan sekadar nasihat lisan, melainkan penuntunan rasa. Bukan sekadar ilmu tertulis, melainkan adab yang meresap ke dalam jiwa. Dari sinilah seseorang dituntun menuju Jalan Cahaya Nur Muhammad. Jalan ini bukan jalan keramaian ego, bukan jalan merasa suci, bukan jalan merasa paling benar. Ia adalah Jalan Cinta Sejati. Cinta yang memurnikan niat. Cinta yang mengikis keakuan. Cinta yang membuat hamba rela hancur demi tetap berada dalam ridha Allah. Dalam cinta sejati, ibadah bukan lagi beban, melainkan kebutuhan. Dzikir bukan lagi kewajiban, melainkan kerinduan. Ketaatan bukan lagi paksaan, melainkan kenikmatan. Cinta ini adalah cinta yang suci dan murni, karena ia tidak bercampur dengan ambisi dunia, tidak ternodai oleh ingin dipuji, dan tidak dikotori oleh merasa lebih mulia. Cinta ini tercahayai oleh Cahaya Ilahi Robbi— cahaya yang menenangkan hati, menerangi jalan, dan mengantarkan ruh pulang kepada asalnya dengan selamat. Maka hidup, dengan segala suka dan dukanya, sejatinya hanyalah tangga-tangga untuk naik menuju pengenalan. Siapa yang menjalaninya dengan bimbingan, akan sampai. Siapa yang menempuhnya dengan ego, akan tersesat. Dan berbahagialah mereka yang berjalan dalam cinta, dituntun dalam adab, dan disinari oleh Nur Muhammad— karena merekalah yang hidupnya menjadi ibadah