У нас вы можете посмотреть бесплатно Kiai Sakti Melawan Gerombolan PKI, Keajaiban Pun Terjadi или скачать в максимальном доступном качестве, которое было загружено на ютуб. Для скачивания выберите вариант из формы ниже:
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса ClipSaver.ru
Kiai Sakti Melawan Gerombolan PKI, Keajaiban Pun Terjadi Kisah Kiai sakti melawan gerombolan PKI yang menyerbu pesantrennya. Seperti apa kisahnya. Simak cerita yang akan diulas dalam video ini. Buku,"Lubang-lubang Pembantaian, Petualangan PKI di Madiun," yang disusun Tim Jawa Pos, Maksum, Agus Sunyoto dan A Zainuddin, banyak mengisahkan kekejaman pendukung PKI ketika mereka melancarkan pemberontakan pada tahun 1948. Salah satu kisah yang dimuat dalam buku tersebut adalah kisah Kiai sepuh yang berani melawan gerombolan PKI yang mau menghancurkan pesantrennya. Kiai sepuh tersebut disebut-sebut sebagai kiai yang punya karomah atau pendek kata, dia Kiai sakti. Dikisahkan, situasi mencekam ketika PKI memberontak di Madiun tahun 1948. Ketika itu, teriakan "Pondok bobrok, santri mati, langgar bubar!" kerap dikumandangkan para pendukung PKI, ketika mereka hendak menyerang atau melumpuhkan kekuatan pesantren yang menjadi musuh utama mereka. Salah satu pesantren yang diincar pendukung PKI itu adalah Pesantren Tegalrejo. "Beribu-ribu manusia dengan beringas mengacungkan kelewang dan meletuskan senapan seraya memekik-mekik marah. Bagaikan sekawanan serigala, orang-orang FDR/PKI mengepung dan menyerang Pesantren Tegalrejo tetapi gagal," tulis Maksum, Agus Sunyoto dan A Zainuddin dalam buku yang disusunnya. Pesantren Tegalrejo adalah pesantren tertua di Kabupaten Magetan. Pesantren ini dirintis oleh sisa-sisa pengikut Pangeran Diponegoro yang enggan tunduk pada Belanda. Tegalrejo sendiri pada tahun 1948 hanyalah sebuah pedukuhan kecil seluas 10 hektar dan letaknya 10 kilometer di selatan Takeran. Tanah di sekitar Tegalrejo adalah tanah yang gersang. Sekalipun hanya merupakan pesantren kecil dan kuno, Pesantren Tegalrejo dikenal sebagai tempat orang-orang berilmu, khususnya dalam ilmu kebatinan. Kiai Nurun, misalnya, adalah tokoh dari Pesantren Tegalrejo yang dibunuh oleh FDR/PKI di lubang pembantaian Batokan ketika akan memberi latihan ilmu kanuragan kepada santri-santri di Pesantren Burikan. Suatu kisah di Batokan menyebutkan, selama beberapa hari setelah Kiai Nurun ditanam, orang melihat tanah di bekas lubang tersebut masih bergerak-gerak, tetapi tidak ada orang yang berani menolong karena takut pada FDR/PKI. Ketika itu, satu-satunya tokoh di Pesantren Tegalrejo yang dewasa itu cukup disegani adalah Kiai Haji Imam Muljo, pimpinan pesantren yang sudah berusia sekitar 80-an tahun. Kiai Imam Muljo adalah guru para kiai di Tegalrejo, termasuk Kiai Nurun. Meskipun tergolong tua, secara hierarkis pesantren itu termasuk cabang Pesangen Takeran yang dipimpin Kiai Imam Mursjid Muttagin. Sebab Kiai Imam Mursjid Muttagin adalah "imam" tarekat Syatariyah yang ditunjuk oleh mualif Syatariyah Kiai Hasan Ulama, pendiri Pesantren Takeran. Khodim yang ketika itu menjadi santri di Tegalrejo, mengisahkan bahwa pada hari Sabtu Wage, 18 September 1948 Pesangen Tegalrejo secara diam-diam sudah dikepung FDR/PKI. Tetapi, Khodim mengungkapkan, warga pesantren tidak ada yang tahu, kecuali Kiai Imam Muljo. "Saya sendiri Sabtu sore itu pergi ke Magetan untuk membeli lampu,” tutur Khodim mengenang kejadian tersebut. Selama perjalanan ke Magetan, Khodim mengungkapkan, suasana sudah terlihat sangat kacau. Orang PKI terlihat di mana-mana membawa senjata, berpakaian hitam, dan berikat kepala merah. Khodim ternyata sudah dikuntit oleh orang PKI, dan di Desa Sukowidi dia ditangkap. Setelah ditanya bermacam-macam dia digiring ke loji pabrik gula Rejosari di Gorang Gareng. Di loji pabrik gula Rejosari itulah Khodim sempat melihat Kiai Imam Mursjid Muttagin dan Kiai Nurun. Kiai Imam Mursjid, Khodim mengungkapkan, ketika itu hanya memakai kaos dan duduk di dalam ruangan. "Saya tidak bisa berbicara apa-apa karena penjagaan sangat ketat,” ujar Khodim. Khodim memang tidak sampai dijebloskan ke ruangan loji pabrik gula Rejosari. Sebab, dia hanya dianggap scorang santri biasa, dan bukan tokoh pesantren. Bahkan karena mengenal orang-orang PKI yang bertugas jaga di loji pabrik gula Rejosari, maka Khodim pun dilepaskan begitu saja. "Tetapi baru saja berjalan sampai di Desa Pojok, saya sudah ditangkap lagi,” ujar Khodim mengingat kejadian menegangkan itu. Dari Desa Pojok, dia digiring ke Desa Ngunut di selatan Gorang Gareng. Di Desa Ngunut itulah Khodim ditawan di SR III dan ditanya bermacam-macam. Tetapi, Khodim mengenang, karena tidak memahami politik dan memang hanya berniat membeli lampu, maka dia dilepaskan lagi. Menurut Khodim, waktu dia kembali ternyata di dalam pesantren hanya tinggal 18 orang Semua warga pesantren sudah mengungsi karena orang-orang PKI sudah mengancam alan membumihanguskan pesantren. Khodim mengungkapkan, tokoh-tokoh Pesantren Tegalrejo yang ketika itu bertekad mempertahankan pesantren mereka adalah Kiai Imam Muljo yang sudah tua, Kiai Imam Rachmat, Kiai Sjamsuddin, Imam Bakin, Ali Tho'at, Dawud, Nangam, Imam Besari, serta Djamal.