У нас вы можете посмотреть бесплатно Negeri Kedah di Sumatra Pasai dan Aksara Melayu Tertua | CISAH или скачать в максимальном доступном качестве, видео которое было загружено на ютуб. Для загрузки выберите вариант из формы ниже:
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием видео, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса ClipSaver.ru
Negeri Kedah di Sumatra Pasai Sebuah catatan beraksara Melayu kuno terukir indah di batu nisan yang berangka tahun 791 Hijriah atau tahun 1389 Masehi. Kumunculan ini telah menggambarkan dunia sejarah dan arkeologi di Asia Tenggara. Terutama untuk kalangan epigraf atau para ahli baca tulisan kuno. Ini adalah aksara bahasa Melayu periode paling tua pada zaman Islam yang pernah ditemukan sampai sejauh ini. Banyak para ahli sejarah telah panjang lebar mebincangkan mengenai tulisan yang terpahat di prasasti ini, sebut saja seperti je ge de kasparis, We F Stuterhem, Morisson, hingga yang terakhir di tahun 2008 yaitu Willem Van der Molen dalam buku Inskripsi Islam Tertua di Indonesia. Mereka menyebutnya dengan sebutan prasasti Meunye Tujoeh,,, merujuk pada tempat prasati ini berada. Meunye Tujoeh adalah sebuah desa atau gampong di kawasan pedalaman Aceh Utara, yang masuk dalam kecamatan Pirak Timur. Wilayah ini mungkin tidak begitu terkenal, berbeda dengan beberapa daerah lainnya di kabupaten yang dulunya dikenal dengan sebutan Petro Dolar. Lokasinya yang berjarak lumayan jauh dari jalur lalu lintas nasional, ditambah lagi infrastuktur yang tidak memadai, akses jalan yang berkubang dan bergelombang kian memperkeruh suasana untuk menggapai wilayah ini, apalagi bila ingin menobabatkannya menjadi salah satu destinasi berharga kabupaten untuk wisatawan. Kondisisnya kini sungguh sangat bertolak belakang dengan kemegahannya di masa silam. Berdasarkan hasil bacaan dan kajian para peneliti, prasasti nisan kubur ini adalah milik dari seorang ratu yang dipertuan agung di Pasai dan Kedah. Dua nama kenegerian itu adalah nama kuno yang diperkirakan sudah ada sebelum Kesultanan Sumatra Pasai diproklamirkan oleh sultan Al Fatih Al Malik Ash Shalih di penghujung abad ke 13 masehi. Al Malikah Al Mu’azhzhamah Danir binti Sultan Malik Azh Zhahir bin Raja Khan bin Raja Kedah adalah nama dan nasab beliau berdasarkan hasil bacaan pada inskripsi nisan bertulisan Arab oleh Taqiyuddin Muhammad yang diterbitkan dalam karyanya berjudul Daulah Shalihiyyah di Sumatera.Namun, mengenai ayahanda sang ratu, kakek, serta kakek buyutnya, sampai sekarang ini keberadaan pusaranya masih belum ditemukan. Dalam buku tersebut juga diterangkan bahwa ayah Ratu Danir yaitu sultan Al Malik Azh Zhahir adalah sultan yang menerima kedatangan Ibnu Bathuthah pada pertengahan abad ke 13 masehi. Sementara kakeknya Raja Khan dan moyang dari sang Ratu yaitu Raja Kedah adalah penguasa lokal untuk wilayah tersebut. Kedah yang dimaksud di sini tentu saja bukanlah kedah yang berada di semenanjung Malaysia, melainkan sebuah wilayah yang berada di pedalaman bagian utara Aceh hari ini. Bukti nama Kedah selain yang terpahat di batu nisan kubur Ratu Danir di Meunye Tujoeh adalah di kawasan ini terdapat beberapa toponimi yang masih mewariskan nama Kedah itu sendiri, pertama, sebuah tempat genangan air atau bekas aliran sungai kuno yang disebut dengan “abeuk Keudah”, kedua, satu lokasi yang dikenal dengan Dusun Ma Prang Kedah yang artinya Panglima Perang Kedah. Kenegerian atau kerajaan Kedah adalah sebuah wilayah yang berada di antara sungai Keureuto dan sungai Pirak. Luas wilayah kenegerian Kedah sekarang mencakup Kecamatan Paya Bakong, Pirak Timur, dan sebagian dari Kecamatan Matangkuli. Sebuah wilayah yang sangat subur, hutan yang kaya, serta jalur sungai yang banyak untuk media transportasi dan pertanian adalah modal besar bagi Negeri Kedah pada masa lalu sebagai pusat peradaban yang maju. Pendaman sejarah masa silam yang sangat terang dan gemilang di bekas kenegerian Kedah ini tidak akan pernah pudar dan sirna dalam catatan sejarah, walaupun sekarang hanya menjadi kampung-kampung sederhana dan mungkin hanya lebih familiar dengan daerah perkebunan sawit saja. Namun, ratusan kompleks makam dengan ribuan batu-batu nisannya, serta ragam jenis pecahan keramik dan tembikar adalah di antara bukti yang nyata, bahwa dulunya di sini adalah tempat yang megah dan salah satu pusat pemerintahan dan kebudayaan Islam yang bernaung di bawah Kesultanan yang agung, SUMATRA PASAI. Jalan penuh semak berliku yang masih terbalut misteri itu harus dibersihkan untuk generasi penerus bangsa. Mereka akan menulis dan menyambungkan kemuliaan yang dilakukan oleh para pendahulu mereka yang agung. Sampai hari ini, sekalipun kemegahan Kedah itu telah memudar, tapi ia tetap menjadi tempat yang penuh dengan kenangan indah di masa silam. Ia adalah mutiara sepanjang waktu. LSM Center for Information of Sumatra-Pasai Heritage (CISAH)