У нас вы можете посмотреть бесплатно AVIDYA: KETIDAKTAHUAN AKAR SEMUA MASALAH или скачать в максимальном доступном качестве, видео которое было загружено на ютуб. Для загрузки выберите вариант из формы ниже:
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием видео, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса ClipSaver.ru
• AVIDYA: KETIDAKTAHUAN AKAR SEMUA MASALAH AVIDYA: KETIDAKTAHUAN AKAR SEMUA MASALAH #Avidya #Kebodohan #Masalah AVIDYA: KETIDAKTAHUAN AKAR SEMUA MASALAH. Avidya sering disebutkan dengan kebodohan dan ketidaktahuan, serta keterbatasan. Dalam pribahasa nusantara sering disebut dengan “Kebodohan Pangkal Keancuran”. Mengapa manusia gelisah, sedih, jengkel, ketawa, bertengkar, marah bahkan sampai ngamuk, semua itu disebabkan karena avidya, kebodohan, ketidaktahuan. Demikian dinyatakan dalam buku I.VIII.1 geguritas Sucita-Subudi (pupuh Ginanti) sebagai berikut: Mirib suba liyu tahu, kadine mungguh ring aji, jatin sangsara punika, wetu saking tingkah pelih, pelih saking ketambetan, tambet dadi dasar sedih” artinya: Sepertinya sudah banyak orang mengetahuinya, sebagaimana yang tercantum di dalam pustaka suci, sesungguhnya sengsara itu, datangnya dari perilaku yang salah, kesalahan itu datang dari kebodohan atau ketidaktahuan, ketidaktahuan itu dasar kesedihan. Lebih lanjut pada buku I.VIII.2 dinyatakan “Tambete ngawinang lacur, bulak balik manumadi, bingkih malahibin duhka, dekah nguber sukan hati, ngalih hidup mati bakat, ngalih bajang tuwa panggih. Artinya: Avidya, ketidaktahuan atau kebodohan itu penyebab kemiskinan, lahir beulang-ulang atau reinkarnasi berulang kali, tergopoh-gopoh menghindari duhka, dan hingga tersengal-sengal mengejar kesukaan hati, (tetapi tidak dapat dielakan) berhadap hidup selamanya akhirnya mati didapat, berharap muda selamanya (toh) akhirnya tuwa diperoleh. Lebih lanjut pada buku yang sama bab VIII.3 dibahas lagi tentang avidya atau ketidaktahuan itu seperti: “Tambet tan lyan puniku, dadi kranan sami-sami, krana jenged kadi jantra, suka duhka malinder panggih, jani sedih nyanan girang, suwud girang sedih malih, artinya: “Avidya, ketidaktahuan dan kebodohan tiada lain. penyebab segalanya, sebab semua hal di dunia berputar cepat seperti putaran roda, suka dan duhka selalu dialami secara berputar, sekarang sedih nanti gembira, sehabis gembira sedih lagi. Pengetahuan itu memusnakan kebodohan dan ketidaktahuan serta segala penderitaan dunia. Pengetahuan melebur (pemberisih, penyuci, dan penghapus) segalanya. Pengetahuan itu adalah intisari Tuhan (Buku I Sucita-Subudi, IX:1, pupuh Sinom). Dalam kitab Bhagawadgita (Jo.Bhagavadgita, IV.36) dinyatakan “pengetahuan dapat membakar seluruh dosa-dosa”. api ced asi pàpebhyaá sarvebhyaá pàpa-kåt tamaá, sarvaý jñàna-plavenaiva våjinaý santariûyasi. Walau seandainya engkau paling berdosa di antara manusia yang memikul dosa, dengan perahu ilmu pengetahuan ini, lautan dosa akan engkau seberangi”. Selanjutnya dalam kitab Manava Dharmasastra XI.247 dinyatakan “Laksana api yang membakar kayu-kayuan dengan nyalanya yang cemerlang di tempatnya, demikianlah orang yang memahami pengetahuan (Veda) memusnahkan semua dosa-dosanya dengan api pengetahuannya. Pengetahuan dalam banyak kitab dapat mengantarkan manusia kepada kemuliaan hidup di dunia ini maupun di dunia setelah kematian. Oleh sebab itu, jangan pernah menjadi insan yang awidya, bodoh, dan tidak berpengetahuan. Semua itu pangkal masalah, pangkal kegelapan, dan keterbelakangan. Di dalam geguritan Sucita-Subudi lebih lanjut dijelaskan bahwa cukup pengetahuan saja belum baik, apalagi tidak berpengetahuan atau bodoh. Teks dalam geguritan Sucita-Subudi I.IX.2 dinyatakan “Jani jumunin makanda, nabdabang raga apikin, tan nyandang jeg pragatang, reh liyunan tonden panggih, limbakang tudtudang malih, ane jati madan cukup, pangked bisane bes katah, yan anak mabudi cupit, cagwah purun, mastyang na kari samar. Artinya: “Sekarang kita ulangi berdiskusi, mari persiakan diri masing-masing, tidak boleh langsung menjastifikasi, karena kebanyakan belum diketahui, lanjut kita bahasa lagi, yang sesungguhnya disebut cukup, tingkat bisanya itu sangat banyak, jika orang berbudi sempit, inging cepat, memastikan yang masih kabur. Lebih lanjut pada I.IX.3 kitab yang sama dituliskan sebagai berikut: “Mrasa cukup mrasa bisa, mrasa nawang cara pasti, mrasa sakti miwah kuwat, mrasa bagus turin sugih, mrasa tan ada nglangkungin, tur mrasa dewek pangaruh, ento sanget ngawenang punyah, sipok kenehe ngungkulin, meh mananjung, yan ada bani mamapas. Artinya: “Merasa cukup merasa bisa, merasa tahu secara pasti, merasa sakti dan juga kuwat, merasa bagus dan kaya, merasa tidak ada mengalahkan, Juga merasa diri berpangaruh, Itu sangat menyebabkan mabuk, Kasar inginnya menang saja, Bisa jadi menendang, Jika ada yang berani berpapasan. Demikian pentingnya pengetahuan, maka mari kita tidak pernah berhenti belajar dan memperdalam pengetahuan agar kita tida menjadi avidya. Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada Youtube, juga pada Dharma wacana agama Hindu. Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscribe https://www.youtube.com/channel/UCB5R Facebook: www.facebook.com/yudhatriguna Instagram: / yudhatrigunachannel Website: https://www.yudhatriguna.com